DIGITALISASI MUSIK TRADISIONAL SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN SENI LOKAL DI ERA SOCIETY 5.0

oleh Syafiil Anam

Di era digital saat ini, tentu segala hal aktivitas kehidupan  masyarakat yang beragam tidak akan terlepas dari yang namanya teknologi.  Terlebih, keberadaan teknologi yang telah menjadi salah satu alat informasi  maupun komunikasi yang juga penting bagi masyarakat, menjadikan  kehidupan sosial masyarakat kini memasuki era baru pada society 5.0 telah  dimulai. Dengan demikian, proses adaptasi hingga akulturasi akan adanya  teknologi dengan budaya masyarakat tidak akan pernah terhindarkan. Tak  ayal, masyarakat kini perlu membiasakan diri dan mulai hidup  berdampingan dengan keberadaan teknologi. Terlebih, kondisi masyarakat  saat ini yang tengah mengalami masa pandemi Covid-19 yang turut menjadi  pemicu akan adanya proses adaptasi masyarakat akan keberadaan teknologi,  salah satunya yakni dengan proses digitalisasi. 

Pun demikian, keberadaan musik tradisional yang menjadi bagian  dari warisan serta budaya masyarakat di Indonesia perlu kiranya dilakukan  proses digitalisasi. Seperti diketahui, Tumbijo dalam bukunya yang berjudul  “Minangkabau Dalam Seputar Seni Tradisional” mengungkapkan bahwa  musik tradisional merupakan seni budaya yang sejak lama turun temurun  telah hidup dan berkembang pada daerah tertentu (1977 : 13). Dapat  diketahui, bahwa keberadaan musik tradisional dapat mencakup alat musik,  seniman dan masyarakat sebagai penikmatnya. 

Perkembangan musik di Indonesia, termasuk musik tradisional kini  sedang berada di fase menurun. Hal tersebut terbukti dengan maraknya  musik di era digital yang mengakibatkan tenggelamnya musik tradisional di  belantika musik Indonesia. Seperti halnya data mengenai jumlah alat musik  di Indonesia. Mengutip dari laman resmi Kementerian Pariwisata dan  Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), hingga tahun 2015 setidaknya telah  tercata alat musik tradisional yang mencapai 34 alat musik. Senada dengan 

data tersebut, dilansir dari laman liputan6.com, bahwa Bayu Randu selaku  distributor Music Blast mengungkapkan, bahwa terdapat beberapa alat atau  instrumen musik tradisional yang kini mulai punah, seperti contoh alat  musik Tahuri dari Gorontalo, dimana alat musik tersebut punah karena  materialnya tidak lagi tersedia. Sedangkan mengenai seniman musik  tradisional sendiri, kini tengah berada pada fase kalah jauh jika  dibandingkan dengan perkembangan musik modern. 

Dari uraian tersebut, maka perlu kiranya untuk selalu  memperhatikan keberadaan musik tradisional di Indonesia. Hal tersebut  bukan tanpa alasan mengingat musik tradisional memiliki peran penting  dalam terjaganya kearifan lokal di tanah air. Oleh karena itu, dalam  kaitannya dengan digitalisasi musik, maka perlu untuk memberikan proses  digitalisasi musik tradisional yang memiliki banyak keanekaragaman yang  tentu sangat perlu untuk dijaga kelestariannya, terlebih berkenaan dengan  kondisi saat ini yang berada pada fase society 5.0. 

Sebagaimana diketahui, dalam jurnal yang ditulis oleh Aji yang  berjudul Digitalisasi, Era Tantangan Media (Analisis Kritis Kesiapan  Fakultas Dakwah dan Komunikasi Menyongsong Era Digital), menguraikan  bahwa digitalisasi merupakan suatu upaya dengan tujuan untuk merubah  atau memindahkan sesuatu objek dari analog menjadi digital. Sementara itu,  seperti apa yang telah dijelaskan oleh Umar al-Faruqi dalam jurnalnya yang  berjudul Survai Paper: Future Srvice in Indutry 5.0 (2019), dimana ia  mengutip pendapat dari Mayumi Fukuyama menyatakan bahwa society 5.0  merupakan suatu konsep pada masyarakat visioner atau masa depan yang telah dicita-citakan oleh pemerintah Jepang guna menyelaraskan  perekonomian dengan ruang maya. 

Digitalisasi dalam musik tradisional di era society 5.0 merupakan  suatu konsep yang dianggap penting menyusul adanya keresahan akan  adanya titik dimana musik tradisional akan surut seiring dengan  perkembangan zaman yang dinamis. Terlebih lagi, keberagaman yang ada  pada musik tradisional di Indonesia menyebabkan adanya potensi hilangnya kelestarian dalam musik tradisional. Upaya digitalisasi ini dimaksudkan ke  dalam konteks bahwa seluruh kepentingan yang ada pada musik tradisional  di Indonesia merupakan upaya yang dianggap solutif. Optimalisasi seluruh  upaya dan usaha dalam menjaga kelestarian dari musik tradisional melalui  digitalisasi perlu dilakukan. Dengan adanya digitalisasi musik tradisional,  maka akan terwujudnya kesetaraan dalam distribusi pada belantika musik di  Indonesia. 

Atas dasar persoalan yang telah disebutkan sebelumnya, maka  digitalisasi musik tradisional dapat diaktualisasikan ke dalam 2 hal, yakni  pendataan dan juga pemasaran. Adapun pendataan dilakukan dengan cara  melibatkan stakeholder terkait di suatu daerah yang dalam hal ini  berwenang terkait kesenian, guna memberikan data yang valid hingga  konkrit mengenai jumlah alat musik hingga seniman tradisional terkait. Sementara itu, pemasaran dapat dilakukan dengan cara memberikan  sosialisasi hingga imbauan pada masyarakat akan keberadaan musik  tradisional di suatu daerah, guna menerapkan dan mengaplikasikan musik  tradisional di tengah masyarakat agar tidak tergerus oleh keadaan zaman.  Sedangkan dalam pemasaran dapat dilakukan dengan cara memainkan  musik tradisional. Selain itu, pemasaran dapat dilakukan dengan  mengunggah video atau dokumentasi mengenai musik tradisional ke dalam  seluruh platform digital. 

Dengan realisasi yang telah dipaparkan tersebut, maka bukan tidak  mungkin keberadaan digitalisasi musik tradisional dapat mewujudkan  kelestarian seni lokal pada musik tradisional, dan dapat mempertahankan  segala hal menyangkut keberagaman yang ada di Indonesia, termasuk dalam  hal musik tradisional sebagai salah satu bentuk kearifan lokal.

UPAYA ETNIS BADUY MENJAGA EKSISTENSI TRADISI

oleh Koswara

Modernisasi mendorong perilaku masyarakat untuk dapat hidup sesuai  dengan tuntutan masa kini. Masyarakat modern tidak dapat lepas dari  pemakaian gawai, tren gaya busana, sampai kemudahan berbagai akses. Tapi,  warga Baduy tidak terpengaruh laju zaman. Mereka memilih hidup sederhana  untuk melestarikan tradisi leluhur.  

Urang Kanekes atau Orang Kanekes, lebih populer di kenal dengan Suku  Baduy merupakan etnis tradisional yang menetap di wilayah Kabupaten  Lebak, Provinsi Banten. Suku Baduy masih memiliki pertalian erat dengan  Suku Sunda yang mendiami wilayah Jawa Barat kini. Di percaya nama Baduy  berasal dari sungai yang mengalir di sana bernama Cibaduy. Masyarakat  Baduy bertempat tinggal di tanah adat (ulayat) di daerah pedesaan di antara  perbukitan dan pegunungan Kendeng. Terdapat 65 perkampungan adat, di  mana tiga diantaranya merupakan Kampung Adat Baduy Dalam.  

Warga Baduy Dalam di kenal masih hidup tradisional, sementara Baduy Luar  sudah tersentuh sedikit modernisasi. Warga Baduy Luar di perbolehkan  memakai gawai, membaca buku, dan menggunakan alat makan plastik. Di  Baduy Dalam, hal itu di larang.  

Meski terdapat perbedaan, baik Baduy Dalam maupun Baduy Luar masih  memegang erat adat-istiadat warisan leluhurnya. Aturan adat Baduy yang  harus di taati seperti, larangan penggunaan listrik, tidak diperbolehkan  menjual tanah adat, hingga adat melarang pendidikan formal. Tanah adat  dimanfaatkan untuk di kelola demi kesejahteraan komunitas. 

Jika menelisik larangan pendidikan formal, terdapat istilah menarik yang  digunakan Orang Baduy. “Lebih percaya lisan daripada tulisan”. Orang  Baduy khawatir, jika anak-anak mereka sudah mengenyam pendidikan formal akan terpengaruh oleh budaya luar yang tidak sejalan dengan prinsip adat.  

Setiap Kampung Baduy di pimpin oleh Kolot Lembur, tokoh adat Baduy yang  menjaga kelestarian budaya dan menerapkan sanksi adat. Ayah Mursid, salah seorang tokoh adat Baduy Dalam yang cukup di kenal khalayak luar. Ia  mengatakan bahwa prinsip kehidupan yang di pegang erat oleh Orang Baduy  adalah hidup damai, rukun, dan tenteram. Meskipun dalam kesederhaan di  banding masyarakat lainnya, warga Baduy dapat hidup tenang dan nyaman.  

Sepanjang tahun masyarakat Baduy tidak akan kelaparan. Mayoritas orang  Baduy berprofesi sebagai petani, hingga dapat memenuhi kebutuhan pangan  sendiri. Masyarakat setempat menanam pagi gogo atau padi huma di lahan  perbukitan dengan alasan menjaga tradisi leluhur. Mereka menggunakan tumbuh-tumbuhan seperti cangkudu (mengkudu) yang disebut obat sebagai  pupuk organik dan solusi hama di ladang. Produksi pagi gogo berkembang  menjadi sumber ketahanan pangan masyarakat adat Baduy. 

Masyarakat Baduy menjadi salah satu suku yang masih mempertahankan  nilai-nilai budaya yang diyakininya, di tengah-tengah kemajuan peradaban di  sekitarnya. Baduy mengenal konsep Tuhan melalui kepercayaan yang  dianutnya yaitu Sunda Wiwitan. Inti dari kepercayaan tersebut ditunjukkan  dengan menjalankan ketentuan-ketentuan adat. Sunda Wiwitan bermakna  Sunda Pertama, dimana penganutnya menghormati roh karuhun, nenek  moyang. 

Adat Baduy masih mempertahankan aturan-aturan untuk melestarikan alam  dan hutan. Terdapat hutan lindung dan hutan garapan. Keberadaan hutan  lindung ditujukan untuk menjaga kelestarian alam, jantung kehidupan orang orang Baduy. Sementara hutan garapan difungsikan sebagai kawasan  bercocok tanam. Dengan adanya pemisahan seperti itu, maka akan lahir  keseimbangan antara manusia dan alam.  

Dengan kehidupan yang masih tradisional, Orang Kanekes atau etnis Baduy  masih mempertahankan adat-istiadat yang diturunkan secara turun-temurun  oleh nenek moyang di tengah-tengah laju peradaban modern. Masyarakat  Baduy mengajarkan manusia untuk senantiasa mencintai tanah air,  menghormati adat leluhur, dan memelihara alam hidup.

METAVERSE

oleh Arzheti Rakhi

Kenali Metaverse 

Apa itu Metaverse? Dikutip dari USA Today (9/2/2022). Metaverse  merupakan gabungan dari beberapa elemen teknologi, antara lain virtual  reality, augmented reality (AR), dan video. Singkatnya, Metaverse adalah  dunia 3D yang memungkinkan pengguna melakukan apa saja di dunia maya. 

Mark Zuckerberg, CEO Meta, mengungkapkan visinya untuk bekerja di Meta  agar lebih efektif. Dalam videonya yang diunggah pada Agustus tahun 2021,  Mark memvisualisasikan Meta membuat dua pencarian lebih nyaman dengan  pegangan pengontrol saat keadaan menjadi sedikit intens, dan intervensi  wajah yang dapat Anda hapus keringat membuat sesi Anda lebih nyaman.  Singkatnya, Meta membuat pekerjaan lebih mudah hanya dengan satu  tombol. 

Kapan Metaverse tercapai? 

Sebenarnya, kita tidak perlu menunggu kapan Metaverse tercapai. Bisa kita  lihat sekarang ini banyak sekali gim virtual atau aplikasi virtual. Pengelola  Meta mengungkapkan bahwa dibutuhkan setidaknya sepuluh hingga lima  belas tahun untuk menyempurnakan Meta. Namun kini, gim seperti Ro-Blox  dan Axie telah menjadi karakter utama dalam gim Metaverse. Gim ini  dimainkan oleh banyak pemain untuk mengumpulkan mata uang digital, yang  bisa kita sebut NFT, NFT, atau Token Non-Fungible adalah aset digital yang  tidak dapat ditukar. Dan hal ini tentunya bisa membuat usaha yang  menguntungkan bagi para pemain. Lalu apa mata uang di Metaverse ini? Kita  bisa menyebutnya Mana. Berapa rupiahnya? Mana selalu berubah kurs nya  maka dari itu nilai nya akan berbeda beda pula.  

Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, Metaverse memiliki banyak hal yang  dapat digunakan ketika kita masuk ke dalamnya. Kita semua bisa membuat  game virtual, pekerjaan, dan bahkan investasi. Kita bahkan bisa menikmati  mode busana, dan musik di Metaverse.

Salah satu gim yang sedang dikembangkan di Meraverse adalah Grand Theft  Auto atau lebih dikenal dengan GTA. Menarik karena kita tahu bahwa game  ini membuat pemain pergi kemana saja dengan berjalan kaki atau  mengendarai kendaraan untuk menyelesaikan misi. Bagaimana cara kerja  GTA di dunia maya ini? 

Metaverse juga diprediksi akan menjadi pasar/market place yang besar,  mengingat dunia maya ini tidak terbatas. Untuk memiliki dunia sendiri di  Metaverse, kita bisa membeli tanah, atau bisa juga disebut Land. Untuk dapat  membeli tanah sendiri, harga terendah dipatok dengan nominal satu juta  rupiah. Bahkan perusahaan investasi Kanada membeli Land seharga 618.000  mana, atau sekitar empat puluh dua miliar rupiah. Teco.co, perusahaan yang  membeli tanah enam belas petak tersebut mengatakan tujuan membeli tanah  di Meta adalah untuk mengadakan pagelaran mode. 

Bagaimana cara masuk ke Metaverse? 

Kita bisa menyebutnya Decentraland. Decentraland sendiri adalah ruang  virtual yang berdiri di atas Ethereum dan Blockchain. Platform virtual  terdesentralisasi memungkinkan pengguna untuk membuat, bepergian, dan  memonetisasi konten dan aplikasi . Jadi Tanah virtual 3D ini memberikan  kontrol mutlak kepada komunitas dan penggunanya secara permanen atas  ciptaan mereka. Anda bisa berkreasi dengan avatar Anda, semenarik  mungkin. Yang juga membuat Decentraland ini menarik terletak pada  kepemilikannya. Decentraland tidak dimiliki oleh satu perusahaan saja, tetapi  pengguna dapat bergabung dengan DAO (Decentralized Autonomous  Organization), yang mengatur kebijakan untuk menentukan bagaimana dunia  berjalan.

Dampak Metaverse 

Dari awal kita sudah membahas Metaverse lebih detil dan tentunya  menjelaskan betapa menariknya Metaverse ini. Tapi mari kita bayangkan  bahwa lima belas tahun kemudian, semua orang berlomba untuk  menggunakan Metaverse dalam hidup mereka. Pastinya Anda pernah  menonton film atau serial yang bercerita tentang masa depan. Dampak yang  bisa kita lihat secara langsung adalah bagaimana manusia menjadi lebih  individualistis. Mungkin bagi masyarakat Eropa, ini normal, tetapi  individualisme yang saya maksud adalah ketika orang tidak ingin keluar  rumah dan hanya menggunakan VR untuk keluar rumah, berjalan-jalan,  bekerja, dan sebagainya. Nantinya semua orang menjadi tidak produktif, yang  akan membuat kesehatan dan imun nya menurun karena terlalu bergantung  pada alat. 

Juga, kita tidak bisa melupakan bahwa dengan adanya Metaverse, kejahatan  dunia maya akan semakin meluas di masa depan. Bahkan yang paling  menakutkan adalah manusia terbuai dengan dunia maya dan melupakan dunia  luar. Manusia akan menjadi kecanduan dengan dunia Virtual yang  memungkinkannya untuk bermain terus menerus sehingga berdampak besar  pada kehidupan sosialnya.

PELESTARIAN BUDAYA DALAM ERA DIGITAL

oleh Jennifer Lee

Sebagai penduduk di negara yang penuh dengan keanekaragaman, tidak jarang kita menemui perbedaan antara satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari. Keanekaragaman yang dimiliki setiap daerah di Indonesia merupakan ciri khas yang menjadi inti dari semboyan kita, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda-beda tetapi tetap satu, hal itulah yang membedakan kita dari negara yang lainnya. Meskipun kita memiliki keanekaragaman budaya, suku, ras, dan agama yang berbeda, kita bersatu menjadi satu kesatuan yaitu Republik Indonesia. 

Mengenal negara Indonesia yang memiliki berbagai macam keanekaragaman, kita sebagai warga negara Indonesia tentunya harus bangga terhadap kekayaan ini. Selain mempunyai budaya yang luas, kita juga harus mengembangkan dan melestarikan hal tersebut agar dapat bertahan dalam jangka waktu yang panjang. Perkembangan zaman yang berkembang dengan pesat juga menjadi salah satu faktor pendukung dalam melestarikan hal tersebut, dengan adanya internet dan media digital kita sebagai satu negara dapat mencapai jangkauan yang lebih luas demi memperkuat akar kebudayaan bangsa Indonesia. 

Berbagai cara sudah kita coba dan belum ada tanda keberhasilan yang mencolok dalam menyebarluaskan budaya tersebut. Seperti yang kita ketahui, pada akhir tahun 2019 kemarin terdapat virus COVID-19 yang menyebabkan semua orang untuk melakukan aktivitas dari rumah masing-masing. Banyak hal yang terpengaruh secara negatif dari segi ekonomi hingga kesehatan, meskipun begitu berbeda cerita dengan keanekaragaman budaya yang ada di negara kita. Akibat pandemi ini, budaya yang sebelumnya berada sekarang menjadi lebih berkembang dengan bantuan media digital, terutama media sosial. Menurut Usman Manor, Analis Sumber Sejarah Kemenko PMK, situasi dan kondisi pandemi

tidak menjadikan halangan untuk mengembangkan budaya, justru menghasilkan inovasi di tengah pandemi yang sedang mewabah. Maka dari itu, kita harus memanfaatkan kondisi yang terlihat buruk ini untuk menyebarluaskan keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia menggunakan media digital. 

Salah satu cara untuk berkomunikasi di era pandemi sekarang ini adalah dengan menggunakan media sosial, akses yang mudah dan fitur yang menarik mencuri perhatian semua orang. Aplikasi seperti Instagram, Tik Tok, dan YouTube digunakan untuk membuat konten edukatif yang dapat dinikmati oleh semua orang. Tentunya, kita sebagai warga negara dapat memberi kontribusi dengan menggunakan media sosial sebagai platform untuk menyebarluaskan budaya bangsa kita ke daerah lain. Contohnya dengan membuat akun Instagram atau video di Youtube mengenai budaya-budaya yang ada di Indonesia. Salah satu persona yang dapat kita contoh adalah Jerome Polin, dia adalah seorang mahasiswa yang sudah berusaha mengenalkan budaya Indonesia kepada masyarakat luar negeri dengan cara membuat konten di media sosial. Dari sana, kita dapat mengikuti jejaknya dalam menyebarkan kebudayaan Indonesia kepada orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda. Tidak hanya itu saja, kita juga dapat menggunakan akun sosial media untuk menularkan sikap maupun sifat pelestarian budaya kepada sesama warga Indonesia. Menggunakan batik, membeli produk dalam negeri, mendukung musisi atau artis Indonesia, hingga melakukan sosialisasi dan studi sosial mengenai budaya bangsa. Semua hal itu dapat kita lakukan untuk mengembangkan dan menerima budaya yang kita miliki. 

Apabila perbuatan-perbuatan mulia yang kita lakukan dapat menjadi suatu bantuan kepada bangsa, maka tidak ada salahnya untuk mencoba dan berkreasi demi mengembangkan suatu kekayaan yang leluasa ini. Semakin banyak hal positif yang terjadi, perkembangan akan keanekaragaman budaya Indonesia dapat dilestarikan lebih lanjut. Akhirnya, kita sebagai generasi maju bangsa dapat menerima manfaat yang sudah kita lakukan melalui media digital.

KEKERASAN SEKSUAL DALAM KEBERAGAMAN  ERA MASYARAKAT DIGITAL

oleh Miranda Siti N.C

Kekerasan seksual merupakan suatu bentuk kejahatan yang  menimbulkan truma fisik, psikis, dan psikologis bagi para korbannya.  Berbagai kekerasan seksual rentan terjadi pada perempuan. Namun,  perempuan yang menjadi korban, seringkali disalahkan akibat adanya  stereotype pakaian yang dikenakan oleh korban. Pada faktanya kekerasan  seksual tidak pandang bulu, dapat terjadi kepada siapapun, dari segala usia,  pakaian yang dikenakan, kalangan, tingkat pendidikan, latar belakang, baik  di desa maupun di kota. Bahkan, lebih gilanya lagi, pelaku kekerasan  seksual tidak malu melakukan hal bejatnya di ruang publik, yang dilakukan  oleh orang terdekat maupun orang asing, Fahham et al., 2019. 

Kita tentu tidak lupa saat isu yang menjadi sorotan tajam pada masa  reformasi, yang menggempurkan masyarakat dunia akibat adanya kasus  pemerkosaan massal pada tahun 1998, yang menjadi cikal bakal  terbentuknya Komnas Perempuan, begitu ucap Syaifudin, 2019. Namun,  terbentuknya Komnas Perempuan tidak menghentikan kejahatan seksual  berkembang. Ditambah lagi dengan adanya kemajuan teknologi,  penggunaan akses internet, dan berbagai aplikasi serta media sosial.  Seksualitas tidak lagi menjadi hal tabu pada era digital. Hal ini karena  mereka dapat dengan mudah mengakses melalui media sosial berbasis  aplikasi maupun website. Tentu aplikasi dan website inilah, yang  memudahkan kejahatan seksual mudah terjadi di lingkungan masyaraat. Terlepas dari kemajuan teknologi, hal tersebut justru mengkontruksi  kecanduan terhadap sesuatu berbau pornografi yang kemudian menjadi  pornoaksi dan melahirkan kekerasan seksual, Susetyo et al.,2021. Misalnya  saja kasus yang sedang hangat di beritakan pada siaran televisi (15/4/2022),  dimana seorang kakek berumur 64 tahun di Berau Kalimantan Timur,  mencabuli dua orang kakak beradik berumur 5 tahun, akibat terpengaruh  film porno yang dia tonton, contoh kedua yang terjadi pada tahun 2014, terjadi pada seorang nenek berusia 59 tahun di Kecamatan Leuwisari,  Kabupaten Tasikmalaya yang dicabuli seorang remaja berusia 19 tahun. Tentunya, masih banyak sekali kasus-kasus pencabulan yang lantas menjadi  kekerasan seksual. 

Kekerasan seksual pada era digital, tidak hanya dalam bentuk fisik,  dengan berbagai kemajuan tenologi berbasis internet, kejahatan seksual  tidak lagi dalam bentuk konvensional. Karena kekerasan seksual di dunia  maya justru memberikan ruang yang lebih leluasa dan tidak terbatas waktu.  Bentuk kekerasan seksual yang dibalut dengan kemajuan teknologi dan  termanifestasikan dalam bahasa komunikasi pada interaksi sosial. Bentuk  kekerasan seksual dalam bentuk digital disebut sexting. Menurut Judith  Davidson dalam bukunya Sexting Gender and Teens (2014), menjelaskan  bahwa sexting merupakan suatu atifitas mengirim gambar, video atau audio yang dapat disertai teks melalui produk teknologi digital dan terhubung  dengan jaringan internet. Saat ini, sedang marak juga kejahatan seksual  melalui sebuah aplikasi game, dimana pelaku mengiming-imingi imbalan  kepada korban agar mau mengirim foto telanjang. Ironinya, semakin tahun  kasus kekerasan seksual semakin meningkat, pada tahun 2021 menunjukkan  bahwa sepanjang tahun 2020 terdapat kasus pelaporan sebanyak 1.178, itu  bukan angka yang sedikit untuk tindak kriminal kekerasan seksual. Untuk  itu, kekerasan seksual akan terus meningkat apabila tidak ada kesadaran  dalam memanfaatkan keberagaman dan kemajuan teknologi dengan sehat  dan bijak. Sebab, kendali seksual ada pada diri setiap individu, begitupula  kendali atas penggunaan teknologi. Kekerasan seksual yang terjadi, harus  diperangi karena hal tersebut sangat meresahkan bagi kehidupan sosial  masyarakat. Dengan disahkannya RUU tindak pidana kekerasan seksual  menjadi UU kekerasan seksual, diharapkan dapat mengadili kasus kekerasan  seksual dengan tegas dan adil. Pengesahan tersebut dihasilkan dari sidang  Paripurna oleh DPR (12/4/2022), ini adalah buah perjuangan 10 tahun atas  hak-hak perempuan. Untuk itu, semestinya negara tidak hanya melahirkan  kebijakan baru, tetapi harus bisa berkomitmen dan menerapkannya dengan  serius. Jangan sampai kebijakan yang dibuat hanya gagah dalam wacana dan lesu di realita, sehingga kekerasan seksual masih tumbuh subur di negeri  tercinta.