Peran Literasi dalam Membendung Derasnya Arus Informasi di Era Digital
Oleh : Azmi Amrulloh
Seperti halnya waktu yang bersifat dinamis, manusia, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya akan terus berubah seiring dengan berkembangnya peradaban. Dewasa ini kita hidup di masa di mana teknologi terus digalakkan untuk tujuan efisiensi aktivitas manusia, di mana salah satu bukti paling jelasnya adalah bagaimana teknologi telah mengubah corak interaksi antarmanusia yang tadinya masih bersifat konvensional menjadi bersifat digital. Tak dapat dipungkiri pula bahwa teknologi digital telah memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan umat manusia, di mana melalui teknologi digital, efisiensi komunikasi dapat dicapai, waktu dan tempat yang jauh berbeda sekalipun sama sekali tak dapat menghalangi antarindividu untuk saling berinteraksi. Melalui teknologi digital pula, cakrawala kehidupan manusia seakan sudah tak memiliki batasannya,
segala keperluan manusia seakan sudah memiliki koridornya sendiri di dunia digital, contoh kasusnya seperti munculnya uang digital untuk keperluan
pembayaran, peminjaman, dan/atau pembelian barang, atau bahkan untuk hal-hal yang jauh lebih sepele, tumpangan misalnya.
Namun, seperti halnya pepatah yang telah umum diketahui orang-orang, segala sesuatu pasti memiliki dua sisi yang berlainan, baik dan buruk, positif
maupun negatif, dan begitu pula dengan bagaimana perkembangan teknologi digital di masa sekarang bagi kehidupan manusia. Teknologi digital telah
menyebabkan manusia memiliki akses takterbatas terhadap segala bentuk informasi, dalam hal ini, siapa pun dan dari mana pun informasi tersebut dapat bersumber, dan yang menjadi permasalahannya kita tidak tahu apakah informasi yang ada tersebut memang berdasarkan hal yang nyata atau apakah informasi tersebut memang dapat memberikan manfaat bagi individu yang mengaksesnya atau justru sebaliknya, hal inilah yang menyebabkan batas-batas informasi di era digital terasa mengabur.
Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, terdapat sekitar 800.000 situs penyebar hoaks atau berita bohong di jejaring internet
Indonesia, bahkan menurut Kepolisian Republik Indonesia, 3.500 hoaks dapat disebar tiap harinya. Angka tersebut tentu merupakan sebuah ironi, karena dengan penyebaran yang masif, hoaks, disinformasi, dan segala bentuk penyimpangan informasi lainnya dapat memberikan dampak yang buruk bagi kehidupan masyarakat secara langsung, misalnya kemunculan sentimen negatif terhadap salah seorang individu, kelompok, maupun golongan tertentu, kesalahan persepsi mengenai suatu hal, dan bahkan dapat menyebabkan kepanikan massal di masyarakat.
Lalu, bagaimana agar kita dapat mencegah hal tersebut untuk terjadi? Dalam kasus ini, kemampuan literasi dapat menjadi tameng sekaligus pedang
untuk memerangi penyimpangan informasi dalam derasnya arus informasi di era digital. Interaksi melalui teknologi digital memerlukan kemampuan untuk memahami informasi yang diakses. Dalam hal yang jauh lebih sederhana misalnya bagaimana kita saling bercakap dengan orang lain di media sosial. Salah satu kekurangan komunikasi melalui media sosial, terutama yang hanya berupa percakapan teks adalah para pengguna tidak dapat memahami ekspresi yang sebenarnya pengguna lain ingin sampaikan, jadi ekspresi apa pun itu, baik yang ‘seharusnya’ berintonasi tinggi atau monoton, ungkapan bahagia atau kecewa, marah atau tertawa, hanya bisa diinterpretasikan oleh kita sebagai penerima secara pribadi.
Sehingga, akibat akses pemahaman ekspresi yang terbatas itulah kita harus belajar untuk bisa memahami sekaligus membuat orang lain paham terhadap apa yang ingin kita sampaikan. Beberapa hal terkait literasi yang dapat membantu persoalan tersebut adalah dengan memperkaya kosakata sehingga dapat memahami lingkup informasi yang lebih luas, memahami penggunaan tanda baca untuk memperjelas apakah kita tengah bertanya atau memberitahu, serta dengan menghindari penggunaan kata-kata yang disingkat secara acak untuk membantu pengguna lain untuk dapat dengan mudah memahami pesan yang disampaikan.
Sedangkan dalam skala yang jauh lebih besar, literasi dapat membantu individu untuk memahami, membedah, sekaligus menyaring informasi yang didapat. Salah satu hal yang mungkin paling mengganggu terkait pengaksesan informasi di internet adalah adanya penggunaan umpan klik oleh banyak media lokal di Indonesia, dan sering kali banyak dari masyarakat yang terjebak dan akhirnya langsung menelan mentah-mentah terhadap apa yang ditampilkan, tanpa terlebih dahulu memahami isi informasi yang disediakan.
Lebih lanjut berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan pada 2019, Indeks Aktivitas Literasi Membaca masyarakat Indonesia masih tergolong rendah dengan hanya mendapat skor sebanyak 37,32, hal inilah yang juga kemudian menyebabkan masyarakat Indonesia cenderung mudah untuk ‘terjebak’ dalam pusaran informasi palsu, terutama apabila bersinggungan dengan sentimen agama atau pandangan politik. Sehingga dengan melalui peningkatan kemampuan literasi yang baik, masyarakat nantinya akan cenderung untuk bersikap skeptis terhadap segala bentuk informasi yang beredar, sehingga dapat menekan penyebaran informasi palsu di jejaring internet.
Dengan demikian, seharusnya pemahaman akan gentingnya kemampuan literasi di era digital perlu disadari oleh segenap segmen masyarakat. Karena
dengan derasnya arus informasi yang menyebabkan segala bentuk informasi, baik itu berdasarkan fakta atau rekaan belaka, baik itu informasi yang menambah wawasan pengguna atau justru menimbulkan kesalahpahaman, masyarakat harus pandai untuk menyeleksi informasi-informasi tersebut, sehingga dapat mewujudkan kehidupan masyarakat yang tenteram.
Masyarakat,Teknologi dan Adaptasi
Oleh : Ivana Tunggul
Perkembangan zaman merupakan salah satu hal yang tidak dapat dihindari, namun juga merupakan salah satu tantangan bagi masyarakat. Hal yang sama terjadi dengan perkembangan digital yang kian pesat. Salah satu tantangan dalam menghadapi perkembangan ini adalah penyesuaian masyarakat dari kalangan umur yang berbeda – beda. Terkesan bukan hal yang rumit akan tetapi pelaksanaannya yang perlu diperhatikan. Dengan kalangan umur yang berbeda, maka kemampuan dalam menangkap informasi dan mengadaptasikannya juga berbeda. Inilah yang harus dijadikan perhatian dalam perkembangan masa kini, agar adaptasi terhadap era digital ini merata kepada seluruh masyarakat.
Berdasarkan data yang dirilis oleh We Are Social dan Hootsuite pada tahun 2020, Indonesia mencapai angka 175,4 juta untuk pengguna internet di Indonesia. Dikatakan bahwa ada peningkatan sebesar 25 juta pengguna internet di Indonesia jika dibandingkan dengan tahun 2019. Jika kita melihat tahun 2021, dimana situasi pandemi COVID-19 mendorong seluruh masyarakat untuk meminimalisir aktivitas diluar rumah. Seluruh masyarakat Indonesia bahkan seluruh dunia harus melakukan kegiatan sehari – hari seperti bekerja dan bersekolah dari rumah. Dengan kebijakan yang ada maka seluruh masyarakat didorong untuk melek teknologi, agar dapat membantu masyarakat dalam beraktivitas dari rumah. Kita juga dapat merasakan peningkatan dalam penggunaan teknologi dalam kehidupan kita sehari – hari, baik dalam penerapannya serta dampak dari peningkatan ini terhadap kehidupan kita bermasyarakat.
Santitarn Sathirathai, Group Chief Economist dalam pernyataannya di webinar peluncuran WEF Youth Survey 2020 oleh World Economic Forum dan IDN Times dikatakan bahwa COVID-19 merupakan akselerator yang hebat dikarenakan telah membantu transformasi digital yang telah menjadi bahan pembicaraan selama bertahun – tahun. Berdasarkan survei yang dilakukan Santitarn terhadap 70.000 orang muda dengan usia 16-35 tahun, dijelaskannya bahwa Media Sosial, Pendidikan Online, Belanja Online, dan Pertemuan Virtual merupakan aplikasi yang paling populer selama pandemi.
Dengan teknologi, masyarakat dapat beraktivitas seperti biasa di mana pun dan kapan pun. Serta luasnya jangkauan teknologi dan informasi membantu kita dalam pekerjaan sehari – hari. Perkembangan teknologi ini meningkatkan efisiensi dan efektivitas masyarakat dalam bekerja dikarenakan masyarakat mempelajari banyak hal baru dan penerapannya melalui teknologi. Tidak hanya itu, dengan adanya kemampuan teknologi menghubungkan seluruh dunia dapat membantu pembaharuan penerapan sosial budaya dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dapat belajar hal baru seperti memperluas koneksi sosial. Dengan koneksi tersebut masyarakat mengenal budaya luar, sehingga terjadi pertukaran budaya dan pikiran yang justru menjadi pembaharuan dan perkembangan kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik.
Namun terlepas dari dampak perkembangan era digital ini yang menguntungkan dalam aktivitas masyarakat sehari – hari, dapat kita rasakan tantangan – tantangan dalam penerapannya terlebih dalam segi adaptasi. Dikarenakan pesatnya perkembangan era digital, banyak masyarakat yang sulit mengimbangi dengan cepatnya peningkatan teknologi ini. Adaptasi hal baru dalam masyarakat juga perlu dibarengi dengan kemampuan untuk mengkaji dan menyortir hal – hal baru, apakah baik untuk diterapkan. Karena bisa kita lihat begitu banyak hal baru yang tidak berdampak baik dalam penerapannya ditengah – tengah masyarakat. Tidak hanya itu, dengan kemampuan menerima informasi dari berbagai kalangan usia juga menjadi tantangan masyarakat dalam era digital ini.
Melihat dampak yang dihasilkan dalam perkembangan teknologi ini, respon dari masyarakat lah yang dapat menjadi pemicu perkembangan ke arah yang lebih baik. Dengan keinginan masyarakat untuk belajar mengenai teknologi, maka penggunaan digital dapat merata serta mencapai tujuan dalam membantu kehidupan masyarakat sehari – hari. Selanjutnya, dalam menghadapi perbedaan tanggapan dan kemampuan beradaptasi dari berbagai golongan usia diperlukan pendekatan yang menjangkau pemahaman masyarakat dari semua golongan.
Dengan informasi yang menjangkau pemahaman masyarakat, dapat membangun kesadaran mengenai betapa pentingnya penerapan teknologi dan manfaatnya dalam kehidupan sehari – hari sehingga masyarakat dapat beradaptasi dan responsif terhadap perkembangan, disamping itu pemahaman mengenai fungsi teknologi dapat membantu masyarakat lebih bijak dalam menggunakan teknologi.
Investor Generasi Covid-19
Oleh : Nadine Kevanie Talyta
Situasi pandemi merupakan situasi yang sulit tidak hanya bagi masyarakat tetapi juga pemerintahan. Tak sedikit dampak yang timbul akibat pandemi Covid-19. Semua kegiatan berubah menjadi online, manusia bergantung kepada teknologi dan terpaksa harus bersahabat dengan teknologi. Selain itu, dampak yang sangat signifikan terlihat dari sektor ketenagakerjaan yang melakukan reduksi tenaga kerja dalam rangka penghematan biaya oleh perusahaan. Hal tersebut tentunya berdampak besar terhadap perekonomian.
Situasi pandemi yang memberikan dampak besar kepada masyarakat terutama dalam masalah perekonomian ternyata mendapat perhatian lebih dari pemerintah. CNBC Indonesia memberitakan bahwa Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso menyatakan terdapat peningkatan investor di Indonesia hingga mencapai angka 4 juta dan diduga hal tersebut merupakan perubahan alokasi pendapatan yang digunakan untuk sektor konsumsi dialihkan dalam bentuk investasi. Hal tersebut merupakan suatu hal yang dipandang baik namun dikhawatirkan investor generasi covid ini, tidak memiliki ilmu yang cukup untuk memulai di dunia investasi.
Investasi memang akan menghasilkan keuntungan tetapi setiap orang juga harus mengetahui resiko yang ada dari setiap investasi. Dalam dunia investasi sering kita mendengar istilah “high risk high return” dan hal ini merupakan fakta dimana investasi yang bisa menghasilkan keuntungan besar cenderung memiliki resiko yang besar. Jika kita bandingkan antara pilihan investasi deposito dan reksadana, tentunya deposito merupakan salah satu pilihan investasi yang sangat konvensional dan seiring berkembangnya zaman, deposito mulai ditinggalkan dan banyak orang beralih ke reksadana. Jika kita lihat tentunya reksadana memiliki sistematika yang mirip dengan deposito dan memberikan tingkat return yang lebih tinggi dimana sebagai seorang investor return merupakan salah satu pertimbangan. Selain itu investasi reksadana sangat dimudahkan dengan adanya perkembangan teknologi sehingga orang tidak perlu pergi ke bank untuk melakukan pembelian yang dapat dilakukan hanya melalui gadget.
Situasi pandemi yang menyebabkan sektor teknologi juga berkembang pesat tetntunya menjadi salah satu faktor peningkatan investor seperti yang dikatakan oleh dewan komisioner OJK. Investor generasi covid dengan mudah mendapatkan ilmu melalui media online seperti youtube, selain itu seminar – seminar juga tetap berkembang dengan adanya media video conference. Hal tersebut tentunya memudahkan investor sehingga meningkatnya ketertarikan di dunia investasi. Jika dikaitkan kembali dengan situasi pandemi yang berdamapak kepada perekonomian temtunya hal ini menjadi harapan dan alternatif untuk peningkatan pendapatan.
Tidak hanya itu, sebenarnya masyarakat sebagai investor juga dapat bekerjasama dengan pemerintah melalui pilihan investasi surat berharga negara (SBN). Surat berharga negara ini diterbitkan dengan maksud agar pemerintah dapat memperoleh dana pinjaman melalui investasi masyarakatnya. Selain itu, pemerintah akan membayar bunga sebagai return untuk masyarakat. Investasi melalui SBN menyebabkan timbulnya hubungan mutualisme antara pemerintah dan masyarakat. Selain return yang diberikan, investasi SBN dinilai cukup aman dengan resiko yang tidak terlalu besar. Pemerintah juga diuntungkan karena dapat meminimalisir pinjaman ke pihak asing dimana pinjaman kepada pihak asing tentunya menimbulkan biaya yang lebih besar terkait adanya nilai tukar kurs. Dalam situasi pandemi seperti ini, hubungan mutualisme ini merupakan hal yang baik.
Sebagai generasi muda, memulai investasi dengan memanfaatkan teknologi merupakan hal yang harus baik untuk dimulai. Kita dapat memulai dari investasi resiko yang rendah seperti reksadana pasar uang atau reksadana pendapatan tetap kemudian bisa melanjutkan kepada investasi yang beresiko tinggi seperti saham. Perkembangan teknologi harus digunakan untuk memudahkan transaksi serta mencari ilmu sebagai modal memasuki dunia investasi sehingga kita bisa menjadi generasi muda yang cerdas.
4 Kunci Menjadi Netizen Bijak yang Tidak Termakan Hoax
Oleh: Ni Luh Rosita Dewi
Di era digital saat ini pesatnya penggunaan internet seolah tidak bisa terbendung. Berdasarkan hasil survei APJII dan Indonesia Survey Center (ISC) menyebutkan bahwa jumlah pengguna internet per kuartal II tahun 2020 mencapai 73,7 persen dari jumlah populasi penduduk Indonesia atau setara dengan 196,7 juta pengguna. Besarnya jumlah pengguna menyebabkan internet kini menjelma menjadi kebutuhan yang tidak bisa lapas dari aspek kehidupan manusia. Bahkan tanpa disadari telah terjadi ketergantungan akut dalam penggunaanya sehari-hari. Hootsuite (We are Social) tahun 2020, mencatatkan nama Indonesia sebagai 10 besar negara dari 47 negara yang dianalisis tingkat kecanduan media sosial. Hal ini, juga disebabkan oleh situasi pandemi Covid-19 yang memungkinkan masyarakat lebih sering mengakses internet seperti sosial media facebook, youtube, instagram
dan twitter.
Dengan masifnya penggunaan internet dan sosial media, secara tidak langsung akan mendorong tersebarnya segala informasi dengan sangat cepat dan
tidak terbatas. Namun, besarnya pengguna sosial media tersebut bisa berdampak\negative jika tidak dibarengi dengan literasi media sosial yang baik. Bahkan, direktur Riset Katadata Insight Center, Mulya Amri menyebutkan selain kemampuan mengenali Hoax masih rendah, tingkat literasi digital orang Indonesia juga masih belum cukup tinggi. Dalam survei yang mengukur status literasi digital di 34 provinsi Indonesia ditemukan, indeks literasi digital secara nasional belum sampai level “baik”. (Berisatu.com, 2020). Hal tersebut menyebabkan netizen Indonesia belum mampu untuk memahami, menganalisi dan mengevaluasi informasi yang beredar merupakan fakta atau berita bohong (Hoax).
Hoax atau berita bohong tumbuh subur penyebarannya di berbagai sosial media seperti Facebook, Instagram dan whatsapps. Bahkan di tahun 2020 Dinas Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) menemukan ada 800.000 situs penyebar Hoax di Indonesia. Sehingga Mayarakat kini dengan mudahnya mempercayai informasi yang belum dipastikan kebenaranya. Menempati urutan urutan terendah kedua tentang Literasi di dunia menjadikan orang Indonesia dapat dengan mudah mempercayai sebuah informasi yang tidak jelas aktualitasnya. Hal yang sangat konyol dan aneh pun akan mereka telan mentah-mentah, kemudian dipercaya sepenuh hati dan dibagikan kepada publik. Selain itu sopan santun dalam menggunakan media sosial dan platform online harusnya mulai ditumbuh kembangkan oleh pengguna internet (warganet). Sebagai netizen kita memiliki tanggung jawab untuk berperilaku dengan baik di sosial media. Maka dari itu, agar menjadi netizen yang lebih baik, kita dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:
- Perhatikan apa yang kamu posting secara online.
Facebook, Twitter, atau Instagram hanyalah beberapa dari situs jejaring sosial yang dapat diikuti dan digunakan orang. Sosial media mungkin menjadi cara yang bagus untuk menghilangkan rasa frustrasi dan mungkin menyenangkan untuk digunakan, tetapi pastikan untuk tetap
bertanggungjawab dalam menggunakannya. Sebelum memposting tanyakan pada diri apakah itu layak untuk dibagikan? Ingatlah bahwa semua
yang kita posting secara online dapat membahayakan orang lain. Maka, jadilah netizen yang cerdas. - Berhati-hatilah dengan apa yang kamu katakan.
Jangan lupa untuk selalu memperhatikan apa yang kamu katakana. Pastikan apapun komentar yang kamu tulis tidak bersifat kasar, sensitif, sombong, atau licik. Komentar yang ditulis dengan tergesa-gesa dapat menjadi buruk apabila maksud dan tujuannya baik namun Bahasa yang digunakan kurang sopan. Oleh karena itu bersikap sopanlaj dan lebih dewasa saat berinteraksi dengan teman, pengikut, dan audiens di media sosial. - Berhati-hatilah dengan privasi.
Dalam dunia digital saat ini, sangat mudah untuk mengambil tangkapan layar dari pesan pribadi dan membagikannya dengan seluruh dunia.
Tindakan ini termasuk hal yang tidak pantas dilakuka karena dapat menyinggung sehingga tidak boleh dilakukan sama sekali. Namun, bila
tidak ingin apa yang kamu bagikan secara pribadi dibagikan secara publik, hindari melakukannya secara online. Ingat aturan emas: “Jangan lakukan kepada orang lain apa yang anda tidak ingin orang lain lakukan kepada anda”. - Hindari berbagi berita palsu.
Saat ini berita bohong (hoax) semakin mudah menyebar dengan cepat, terlebih pada generasi sekarang dimana situs jejaring sosial menjadi trend
dan kita bisa langsung membagikan postingan hanya dengan sekali klik. Sehingga dengan maraknya berita palsu bisa membuat orang membuat
keputusan yang buruk atau bisa membuat mereka panik. Jadi sebelum membagikannya, pastikan kamu membacanya terlebih dahulu dan
melakukan verifikasi informasi dari sumber yang dapat dipercaya.
Terlepas dari semua kemudahan yang kita miliki, kebebasan berbicara di sosial media tidak menjadikan kita bisa melakukan apa saja yang kita pikir benar
tanpa berfikir matang-matang terlebih dahulu. Oleh karena itu jadilah netizen yang cerdas dalam menggunakan sosial media. Sehingga kita tidak lagi dengan mudah terpapar oleh informasi bohong atau hoax.
PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL MERUPAKAN SUATU PERAN YANG BESAR DALAM UPAYA MELESTARIKAN BUDAYA INDONESIA
Oleh : Angel Chan
Prinsip Smart Citizen in Digital Era sangat penting untuk diterapkan khususnya di Negara Indonesia saat ini. Adanya urgensi untuk beretika dan menerapkan sopan santun di media sosial ini, disebabkan oleh kemerosotan moral masyarakat Indonesia dalam bermedia sosial. Hal ini dibuktikkan dalam laporan berjudul “Digital Civility Index” (DCI) yang diukur oleh pihak Microsoft untuk mengukur tingkat kesopanan digital pengguna internet di dunia saat berkomunikasi di dunia maya. Hasil laporan tersebut menyatakan bahwa, netizen Indonesia menempati urutan terbawah se-Asia Tenggara perihal kesopanan dalam bermedia sosial. Laporan DCI ini dilakukan melalui kegiatan survei yang dilakukan oleh 16.000 responden di 32 negara. Skor hasil survei ruang digital ini dipengaruhi oleh tingkat penyebaran hoax, perundungan siber dan ujaran kebencian (hate speech). Menanggapi hal ini Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny Gerard Plate, mengatakan bahwa Kementrian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo sedang dalam proses pembentukan sebuah “Komite Etika Berinternet” (Net Ethics Committee / NEC). Komite Etika Berinternet ini terbentuk setelah Negara Indonesia menyandang peringkat terbawah perihal kesopanan dalam bermedia sosial se-Asia Tenggara berdasarkan Laporan DCI yang dilakukan oleh pihak Microsoft. Johnny Gerald Plate juga menambahkan, dengan dibentuknya Komite Etika Berinternet ini diharapkan akan mewujudkan sebuah ruangan digital Indonesia yang bersih, sehat, beretika, sopan santun, produktif, serta mampu memberikan rasa keamanan dan keadilan bagi masyarakat. Tujuan dibentuknya Komite Etika Berinternet ini didasarkan oleh arahan Presiden beberapa waktu lalu, dalam menanggapi predikat yang diberikan kepada netizen Indonesia sebagai netizen paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Presiden Jokowi juga menyampaikan kekecewaannya mengenai hal ini, beliau menyayangkan hilangnya identitas, karakter, dan nilai ke-Indonesiaan, seperti sopan santun dan saling menghormati. Padahal sejak zaman dahulu, Negara Indonesia dikenal sebagai Negara yang hangat dengan keramahan dan sopan santun yang kental. Citra keramahan Negara Indonesia ini juga menarik minat para wisatawan untuk melancong ke Negeri Indonesia tercinta ini. Namun, adanya tragedi Netizen Indonesia dicap sebagai netizen yang paling tidak sopan, tentu saja mencoreng nama baik Bangsa Indonesia serta menyayat hati setiap insan Indonesia. Padahal, menurut laporan terbaru We Are Social dan HootSuite, pengguna media sosial di Indonesia didominasi oleh remaja dengan usia 18-34 tahun. Hal ini menguatkan pandangan bahwa, generasi muda Indonesia saat ini perlu dibimbing dan didorong mengenai budaya dan etika dalam menggunakan internet dan media sosial, dengan berlandaskan asas kejujuran, kebajikan, kesantunan dan menghormati privasi, serta data pribadi orang lain untuk mewujudkan ruangan digital Indonesia yang bersih serta aman digunakan untuk semua tingkatan umur. Untuk mengatasi permasalahan ini, penerapan prinsip “Smart Citizen in Digital Era” ini sangatlah tepat untuk diimplementasikan kepada generasi muda dalam bermedia sosial. Sasaran utama untuk dapat menerapkan serta mendukung prinsip ini adalah generasi muda. Hal ini dikarenakan, generasi muda mendominasi pengguna internet di Indonesia terutama media sosial. Untuk mendukung pengimplementasian prinsip “Smart Citizen in Digital Era” ini, sudah seharusnya kita sebagai generasi muda yang cerdas ikut andil dalam mewujudkan kesehatan serta keamanan dalam bermedia sosial. Langkah nyata yang dapat kita lakukan sebagai generasi muda, adalah dengan memperkenalkan budaya-budaya nusantara kepada dunia. Media sosial merupakan sarana yang paling efektif untuk melestarikan serta memperkenalkan budaya-budaya nusantara kepada dunia, penggunaan teknologi infomasi dan komunikasi ini dapat menjadi sebuah wadah untuk menyebarluaskan informasi mengenai budaya Indonesia dengan mudah dan cepat. Adanya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi ini juga dapat dimanfaatkan sebagai jembatan atau penghubung dengan bangsa lain, khususnya yang mempunyai ketertarikan terhadap budaya Bangsa Indonesia. Hal ini secara tidak langsung akan meningkatkan minat para wisatawan untuk melancong ke Negeri Indonesia yang terkenal akan keragaman budayanya. Oleh karena itu, sebagai generasi penerus bangsa sudah seharusnya kita mempersiapkan diri menjadi generasi yang berkualitas, dengan berlandaskan nilai-nilai kebudayaan, etika dan moral serta kesopanan dalam mewujudkan bangsa yang berkarakter budaya baik dalam bermedia sosial maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Recent Comments